Jumat, 08 Mei 2015

JILBAB : UNTUK MENUTUP AURAT ATAU AKHLAK?

Posted by Unknown on 17.34 with No comments
JILBAB : UNTUK MENUTUP AURAT ATAU AKHLAK?
Tulisan ini saya buat karena kebingungan yang saya rasakan terhadap pandangan dan juga dakwah tentang berhijab, sebagaimana kita tahu bahwa sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk menutup aurat, iya menutup aurat wajib bagi semua muslim, baik muslim laki-laki maupun perempuan, jadi bukan hanya perempuan saja yang diwajibkan menutup aurat, yang membedakan adalah batas-batas aurat yang harus ditutupi bagi perempuan dan laki-laki.

Faktanya kita tahu, bahwa belum semua muslim menutup aurat secara sempurna, terlebih perempuan. Masih banyak sekali perempuan yang menampakkan aurat mereka. Ada beragam alasan yang mereka kemukakan mengapa salah satu kewajiban ini belum mereka lakukan. Diantaranya belum siap lahir batin, merasa diri tidak pantas, tidak mendapat ijin dari pihak lain (pasangan, orang tua, instansi tempat bekerja, dan lain-lain), serta beberapa alasan lainnya.

Namun, saat ini kampanye berhijab semakin gencar disampaikan oleh berbagai kalangan, mulai fashion designer, ulama, ustadzah, artis. Sehingga menjadi jawaban bagi mereka yang masih ragu untuk berhijab, kesadaran berhijab semakin meluas, kita bisa melihat bahwa hijab sekarang telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan juga, apapun profesinya banyak perempuan yang tidak canggung lagi menggunakan hijab dalam keseharian mereka.

Memang benar bahwa berhijab adalah perintah untuk menutup anggota badan yang merupakan aurat. Hijab adalah bukti taat, karena hijab merupakan perintah wajib. Untuk itu dalam kampanye agar para muslimah berhijab, kita sering mendengar orang mengatakan “hijab tidak menunggu sempurna”, “hijab dipakai di kepala, bukan untuk menjilbabi hati”, “hijab itu wajib tanpa tapi”, dan masih banya lagi.

Hanya saja belakangan (sepertinya sudah lama) saya melihat tanggapan beberapa orang mengenai hijab. Saat ada orang yang menunjukkan tindakan negatif, hijabnya yang disinggung, bahkan ketika seseorang itu tidak melakukan tindakan negatif, tetapi ia menggunakan hijab yang branded, mahal, bahannya indah dan sebagainya, komentar negatif pun datang, entah dibilang sekedar ikut tren, pamer, dan sebagainya. Komentar-komentar tersebut datang dari kalangan manapun ada yang dari mereka yang tidak berhijab ada yang dari mereka yang sudah berhijab dan mengaji (mengikuti kajian agama rutin).

Sebagai contoh saat ada seorang pegiat parenting yang mengunggah foto beserta statement tentang keprihatinannya melihat kumpulan ibu-ibu yang sedang bercengkrama di sebuah food court di salah satu mall. Sebagian dari mereka ada yang membawa anaknya, dan ada yang merokok. Muncul lah komentar “sayang banget, padahal pake jilbab tapi kelakuannya kaya gitu..”. Saat banyak muncul model hijab syar’i dengan harga yang masuk kategori di atas umumnya, ada juga komentar cuma buat pamer, ikut tren dan sebagainya.  Dalam hati saya berpikir kenapa tiba-tiba akhlak disangkutpautkan dengan hijab? Bukankah ketika berdakwah, kita –hampir- semua sepakat bahwa hijab adalah perintah wajib untuk menutup aurat, bukan untuk menutupi akhlak? Bukankah kita sepakat bahwa hijab adalah adalah perintah wajib bagi muslim yang sudah baligh sama halnya dengan sholat, puasa, zakat, dan haji?? Atau ada yang tidak sepakat? Kenapa ketika ada yang menunjukkan perilaku yang kurang pantas hijabnya yang dibawa-bawa, kenapa tidak sekalian sholatnya, puasanya, zakatnya, dan juga hajinya?

Salah satu alasan yang saya tahu adalah beberapa orang merasa khawatir jika perilaku negatif mereka yang berhijab akan merusak citra hijab itu sendiri, sebagian juga terusik karena merasa hijab tersebut tidak pantas jika disandingkan dengan perilaku negatif yang dilakukan pemakainya. Ada lagi yang mengatakan bahwa mereka bingung apa yang harus disampaikan saat ada yang bertanya “orang itu berjilbab kok kelakuannya gitu? (baca: negatif). Masih ada lagi yang berujar “wah, ternyata luarnya doang yang berhijab, dalemnya nggak...” (lah, bukannya hijab emang untuk menutupi luar (fisik) kita yak?)

Maka dari itu marilah kita sepakati bersama mulai dari perintah berhijab ini,
”Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu.” (Al-Ahzab 59)

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan ….(QS. An-Nur : 31)

Sempurnanya hijab adalah ketika ia menutup aurat yang diwajibkan untuk ditutup dengan kaidah-kaidah hijab yang sudah ditentukan. Semoga bisa disepakati, karena ini bukan hanya dari doktrin pribadi, tetapi apa yang tersurat dalam qalam illahi. Semoga tidak ada lagi perilaku buruk yang disandingkan dengan hijab. Kasihan mereka yang sedang berproses, yang sedang mencari jati diri dengan hijabnya, jangan sampai apa yang kita ucapkan justru membuat orang lain berujar “bener kan kataku, mending jilbabin hati dulu, daripada fisik, toh yang sudah jilbaban masih dikata-katain..”.  Setiap orang memiliki prosesnya sendiri-sendiri, daripada menghakimi lebih baik menasihati. Jangan sampai ada bias dalam mendakwahkan hijab, apalagi oleh mereka yang katanya rutin mengaji dan mendalami agama, di satu sisi mengajak berhijab tanpa menunggu sempurna akhlak, karena hijab adalah wajib, karena hijab adalah untuk menutup aurat bukan untuk “barang bukti” diri sudah sempurna, tetapi disisi yang lain, ketika yang berhijab menunjukkan perilaku yang kurang berkenan, kemudian mengatakan apalah arti berhijab jika masih begini dan begitu, atau menghakimi niat berhijab salah dan sebagainya, ah benarkah manusia bisa melihat apa yang ada dalam hati seseorang dalam hal ini niat?

Jika ada yang menanyakan, kenapa ada orang berhijab tetapi perilakunya negatif? Sampaikan jika seseorang memiliki perilaku yang tidak baik, maka yang perlu diperbaiki adalah perilakunya bukan hijabnya. Karena dilepas hijabnya pun tidak akan lantas bim salabim perilakunya berubah jadi bak malaikat bukan?


Sedikit lega rasanya bisa menuangkan uneg-uneg melalui tulisan. Tulisan ini menjadi pengingat bagi saya sendiri yang terkadang masih belum “adil” dalam menilai seseorang, hanya didasarkan pada nilai pribadi, semoga jika mata ini mudah menilai, hati tetap senantiasa mampu untuk memilih menjaga lisan (tulisan) untuk berkata. 

setuju tidak?
sumber

0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih atas kunjungannya, silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan tidak mengandung sara