Senin, 11 Mei 2015

Prostitusi oh Prostitusi

Posted by Unknown on 01.34 with No comments
Wow, prostitusi dikalangan artis jadi trending topic neh, ya walau gag bisa diboongin juga ya, hal seperti itu sudah lama ada, disadari atau tidak prostitusi sekarang bukan sekedar soal ekonomi lagi, tetapi lifestyle. Yang terjun kedunia prostitusi bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup tetapi memenuhi gaya hidup, ya mereka pasang tarif kan, bukan dibayar seikhlasnya. Kalo nggak salah mbak Asma Nadia pernah nulis yang kutipannya mohon maaf saya lupa redaksinya, kurang lebih “tanpa membenarkan apapun alasan wanita terjun ke dunia ini, saya tidak habis pikir kenapa begitu mudah laki-laki meniduri wanita yang tak ia kenali?” nyuwun sewu nggih mbak Asma, kalo saya (meski tentu sebenarnya kita sama-sama nggak setuju dengan adanya prostitusi) lebih tidak habis pikir kenapa wanita juga bisa begitu mudah tidur dengan laki-laki yang tidak ia kenali? Setahu saya ya, urusan syahwat yang “itu” emang laki-laki jagonya :D mereka mudah tertarik apalagi dengan yang bening-bening, kalo bukan karena keimanan yang kuat mungkin akan seperti teko penuh, yang isinya tercecer kemana-mana, tetapi tekonya pulang dalam keadaan utuh ^_^ setau saya memang seperti itu laki-laki diciptakan, kalo disambung-sambungkan makanya ada hadist “apabila seorang suami memanggil istrinya ke pembaringan dan si istri tidak mau datang, sehingga sepanjang malam suami marah kepadanya, maka sang istri dikutuk dan dilaknat para malaikat sampai pagi harinya.” (HR. Muslim)

Selain itu juga ada hadist yang berbunyi, “sebagian dari hak suami kepada istrinya adalah, apabila suami itu menginginkan istrinya lalu membujuknya, sedang si istri berada di atas punggung unta, maka janganlah si istri menolaknya” (HR. Baihaqi)
Meskipun tentu pada keanyataannya apabila ada uzur yang dapat dimaklumi, seorang istri boleh menolak secara halus permintaan suami, dan suami yang pengertian tentu tidak akan memaksa istrinya lebih dari kesanggupannya <3 , yang jelas dari hadist-hadist tersebut hanya ingin menegaskan bahwa urusan syahwat laki-laki memang begitu kuat, tetapi ya yang jelas jangan pengen enaknya aja ya, kalo pengen istrinya performanya baik ya harus diperlakukan dengan baik juga, pelacur yang cantik-cantik itu biayanya mahaaall..kerjanya tidur, makan, dandan, belanja, (gitu kali ya) jadi ya jangan dzalim sama istri sudah suruh kerja ini itu, nggak bantuin, nggak ngertiin, malamnya minta excellent service, kalo nggak puas jadi pembenaran buat “jajan” di luar yaah.. capek deh :D memang benar ya, rumah tangga adalah tanggung jawab bersama, harus membangun diskusi dan komunikasi yang baik antar suami dan istri ^_^.  Kembali lagi, kalo soal tidak habis pikir saya lebih tidak habis pikir, saya lebih tidak habis pikir perempuannya karena setahu saya perempuan diciptakan dengan rasa malu yang lebih dibandingkan laki-laki... bagaimana mungkin mereka bisa dengan mudah buka selakangannya kepada laki-laki yang tidak dikenalnya untuk dinikmati ya, hiks.. L salah satu alasannya gaya hidup, entahlah,, sebagai wanita saya menyadari sisi kewanitaan dalam diri saya menginginkan untuk dipuji, untuk menjadi yang -ter-, untuk bisa memiliki segalanya, untuk bisa punya ini itu, untuk bisa memiliki sesuatu yang pantas dipamerin, untuk bisa diakui, untuk bisa membuat sesama wanita iri pada saya (konon, wanita lebih suka mendapat pengakuan akan kelebihannya dari sesama wanita daripada laki-laki), apa karena itu kah? Sehingga wanita rela menggadaikan malunya menjual kemaluannya demi tercapai kepuasan yang tak akan pernah cukup dikejar? L apalagi saya pernah baca salah satu prostitusi online di Bandung memasang tarif sesuai dengan kecantikan si wanita tuna susila tersebut, semakin cantik semakin mahal, bukan semakin lihai permainan ranjangnya lho,, (hmm..lagipula kalo berdasarkan permainan ranjangnya, gimana mau menilainya ya?) beruntunglah zina memang diharamkan dalam Islam, kalo nggak dapat apa saya?? *astaghfirullah,,,istighfar mak, istighfar... naudzubillah.... Yaa.. kalo kaum saya saja sebagian sudah lepas rasa malunya, jangan bilang saya pecemburu lho :p nggak ada hubungannya kalii... :D


Saya tidak bermaksud tidak empati atau sok suci, mengingat ada sebagian dari mereka ada yang katanya melakukannya karena terpaksa, karena harus memberi makan anak-anak dan keluarga, serta mencukupi kebutuhan hidup lainnya, mereka yang mengambil jalan prostitusi karena merasa tidak ada pilihan lain. Tetapi maaf, mohon maaf sebesar-besarnya, bagi saya itu tetap pekerjaan hina apapun alasannya. Mohon aminkan doa saya semoga mereka yang “terjebak” atau pun yang memilih jalan hina ini, semoga terbuka hatinya untuk dapat menerima hidayah Allah, dan saya pribadi juga anak keturunan serta keluarga tidak ada yang bersinggungan dengan bisnis ini, sedikitpun! Aamiin..

Jumat, 08 Mei 2015

JILBAB : UNTUK MENUTUP AURAT ATAU AKHLAK?

Posted by Unknown on 17.34 with No comments
JILBAB : UNTUK MENUTUP AURAT ATAU AKHLAK?
Tulisan ini saya buat karena kebingungan yang saya rasakan terhadap pandangan dan juga dakwah tentang berhijab, sebagaimana kita tahu bahwa sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk menutup aurat, iya menutup aurat wajib bagi semua muslim, baik muslim laki-laki maupun perempuan, jadi bukan hanya perempuan saja yang diwajibkan menutup aurat, yang membedakan adalah batas-batas aurat yang harus ditutupi bagi perempuan dan laki-laki.

Faktanya kita tahu, bahwa belum semua muslim menutup aurat secara sempurna, terlebih perempuan. Masih banyak sekali perempuan yang menampakkan aurat mereka. Ada beragam alasan yang mereka kemukakan mengapa salah satu kewajiban ini belum mereka lakukan. Diantaranya belum siap lahir batin, merasa diri tidak pantas, tidak mendapat ijin dari pihak lain (pasangan, orang tua, instansi tempat bekerja, dan lain-lain), serta beberapa alasan lainnya.

Namun, saat ini kampanye berhijab semakin gencar disampaikan oleh berbagai kalangan, mulai fashion designer, ulama, ustadzah, artis. Sehingga menjadi jawaban bagi mereka yang masih ragu untuk berhijab, kesadaran berhijab semakin meluas, kita bisa melihat bahwa hijab sekarang telah banyak digunakan oleh berbagai kalangan juga, apapun profesinya banyak perempuan yang tidak canggung lagi menggunakan hijab dalam keseharian mereka.

Memang benar bahwa berhijab adalah perintah untuk menutup anggota badan yang merupakan aurat. Hijab adalah bukti taat, karena hijab merupakan perintah wajib. Untuk itu dalam kampanye agar para muslimah berhijab, kita sering mendengar orang mengatakan “hijab tidak menunggu sempurna”, “hijab dipakai di kepala, bukan untuk menjilbabi hati”, “hijab itu wajib tanpa tapi”, dan masih banya lagi.

Hanya saja belakangan (sepertinya sudah lama) saya melihat tanggapan beberapa orang mengenai hijab. Saat ada orang yang menunjukkan tindakan negatif, hijabnya yang disinggung, bahkan ketika seseorang itu tidak melakukan tindakan negatif, tetapi ia menggunakan hijab yang branded, mahal, bahannya indah dan sebagainya, komentar negatif pun datang, entah dibilang sekedar ikut tren, pamer, dan sebagainya. Komentar-komentar tersebut datang dari kalangan manapun ada yang dari mereka yang tidak berhijab ada yang dari mereka yang sudah berhijab dan mengaji (mengikuti kajian agama rutin).

Sebagai contoh saat ada seorang pegiat parenting yang mengunggah foto beserta statement tentang keprihatinannya melihat kumpulan ibu-ibu yang sedang bercengkrama di sebuah food court di salah satu mall. Sebagian dari mereka ada yang membawa anaknya, dan ada yang merokok. Muncul lah komentar “sayang banget, padahal pake jilbab tapi kelakuannya kaya gitu..”. Saat banyak muncul model hijab syar’i dengan harga yang masuk kategori di atas umumnya, ada juga komentar cuma buat pamer, ikut tren dan sebagainya.  Dalam hati saya berpikir kenapa tiba-tiba akhlak disangkutpautkan dengan hijab? Bukankah ketika berdakwah, kita –hampir- semua sepakat bahwa hijab adalah perintah wajib untuk menutup aurat, bukan untuk menutupi akhlak? Bukankah kita sepakat bahwa hijab adalah adalah perintah wajib bagi muslim yang sudah baligh sama halnya dengan sholat, puasa, zakat, dan haji?? Atau ada yang tidak sepakat? Kenapa ketika ada yang menunjukkan perilaku yang kurang pantas hijabnya yang dibawa-bawa, kenapa tidak sekalian sholatnya, puasanya, zakatnya, dan juga hajinya?

Salah satu alasan yang saya tahu adalah beberapa orang merasa khawatir jika perilaku negatif mereka yang berhijab akan merusak citra hijab itu sendiri, sebagian juga terusik karena merasa hijab tersebut tidak pantas jika disandingkan dengan perilaku negatif yang dilakukan pemakainya. Ada lagi yang mengatakan bahwa mereka bingung apa yang harus disampaikan saat ada yang bertanya “orang itu berjilbab kok kelakuannya gitu? (baca: negatif). Masih ada lagi yang berujar “wah, ternyata luarnya doang yang berhijab, dalemnya nggak...” (lah, bukannya hijab emang untuk menutupi luar (fisik) kita yak?)

Maka dari itu marilah kita sepakati bersama mulai dari perintah berhijab ini,
”Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin,”Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak di ganggu.” (Al-Ahzab 59)

Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka dan ….(QS. An-Nur : 31)

Sempurnanya hijab adalah ketika ia menutup aurat yang diwajibkan untuk ditutup dengan kaidah-kaidah hijab yang sudah ditentukan. Semoga bisa disepakati, karena ini bukan hanya dari doktrin pribadi, tetapi apa yang tersurat dalam qalam illahi. Semoga tidak ada lagi perilaku buruk yang disandingkan dengan hijab. Kasihan mereka yang sedang berproses, yang sedang mencari jati diri dengan hijabnya, jangan sampai apa yang kita ucapkan justru membuat orang lain berujar “bener kan kataku, mending jilbabin hati dulu, daripada fisik, toh yang sudah jilbaban masih dikata-katain..”.  Setiap orang memiliki prosesnya sendiri-sendiri, daripada menghakimi lebih baik menasihati. Jangan sampai ada bias dalam mendakwahkan hijab, apalagi oleh mereka yang katanya rutin mengaji dan mendalami agama, di satu sisi mengajak berhijab tanpa menunggu sempurna akhlak, karena hijab adalah wajib, karena hijab adalah untuk menutup aurat bukan untuk “barang bukti” diri sudah sempurna, tetapi disisi yang lain, ketika yang berhijab menunjukkan perilaku yang kurang berkenan, kemudian mengatakan apalah arti berhijab jika masih begini dan begitu, atau menghakimi niat berhijab salah dan sebagainya, ah benarkah manusia bisa melihat apa yang ada dalam hati seseorang dalam hal ini niat?

Jika ada yang menanyakan, kenapa ada orang berhijab tetapi perilakunya negatif? Sampaikan jika seseorang memiliki perilaku yang tidak baik, maka yang perlu diperbaiki adalah perilakunya bukan hijabnya. Karena dilepas hijabnya pun tidak akan lantas bim salabim perilakunya berubah jadi bak malaikat bukan?


Sedikit lega rasanya bisa menuangkan uneg-uneg melalui tulisan. Tulisan ini menjadi pengingat bagi saya sendiri yang terkadang masih belum “adil” dalam menilai seseorang, hanya didasarkan pada nilai pribadi, semoga jika mata ini mudah menilai, hati tetap senantiasa mampu untuk memilih menjaga lisan (tulisan) untuk berkata. 

setuju tidak?
sumber