Minggu, 17 November 2013

Ketika Kesempatan Datang Sebagai Ujian

Posted by Unknown on 18.58 with 2 comments

Drrttt… Drrtt… nada getar HP tiba-tiba berbunyi. Beberapa bait pesan singkat dari seorang teman terpampang dilayar.


“sudah dengar info? Ada seleksi beasiswa calon dosen bimbingan konseling tahun ini?” begitulah kira-kira isi pesannya.

Selanjutnya, smsan dengan temanku pun berlanjut. Aku memang sudah mendengar informasi adanya seleksi beasiswa S2 bagi calon dosen untuk jurusan bimbingan dan konseling langsung dari suamiku beberapa hari yang lalu. Suamiku pun adalah seorang mahasiswa S2 yang kuliah melalui jalur beasiswa tersebut dan sedang berada pada semester akhir. Jadi, tidak mengherankan jika ia juga update tentang informasi ini. Itulah, yang salah satu menjadi sebab kami tidak bisa bersama setiap hari, karena perkuliahan dilakukan di malang, sedangkan kami domisili di bojonegoro. Jarak dan waktu terkadang memisahkan kami dalam beberapa hari bahkan minggu.

“kamu ikut?” tanya temanku selanjutnya.

“nggak lah, masih ada baby, lagian di luar kota.” Balasku

Teringat ketika informasi itu disampaikan oleh suami via telepon, “bun, ini ada informasi beasiswa untuk jurusan bimbingan dan konseling, siapa tahu teman bunda ada yang berminat.”
Tanda tanya tiba-tiba berputar di atas kepala, kenapa suami tidak mengatakan siapa tahu aku berminat? Sekalipun mungkin kepastiannya adalah aku tidak ikut seleksi tersebut, yah minimal kalo ditawari kan senang yak.. ah sepertinya aku terlalu mendramatisir keadaan, sehingga kurang berpikir realistis, bagaimana mungkin suami akan menawariku untuk mengikuti seleksi tersebut sedangkan aku baru saja melahirkan buah hati kami dan perkuliahan pun berada di luar kota.
Tidak berapa lama setelah smsan dengan temanku, nada getar HPku berbunyi kembali dan yang terpampang adalah sebuah nomor tak dikenal. Setelah kuangkat, ternyata nomor itu  adalah milik dosenku dulu, beliau bermaksud menyampaikan informasi tentang beasiswa dan menyarankanku untuk ikut karena IPK yang sangat memadai dan berpotensi untuk bisa lolos apalagi katanya mahasiswa  yang dibutuhkan juga tidak sedikit, aku menolak secara halus dengan memnceritakan prioritasku saat ini. Beliau memaklumi sekaligus memberikan selamat atas pernikahan dan kelahiran putriku, sebab beliau memang tidak tahu bahwa aku telah menikah.

Telepon ditutup, and now what? Aku menerawang sejenak, lalu tersenyum, that’s life, right!! Terkadang apa yang begitu kita inginkan dulu, begitu dekat dengan kita saat ini dalam kondisi membimbangkan untuk diraih. Terkadang apa yang kita impikan dulu secara nyata muncul di hadapan kita saat ini hanya untuk “menghilang” lagi dan menjadi mimpi kembali. Setidaknya beberapa kali aku mengalaminya. Saat kehamilanku dulu ada beberapa tawaran kerja yang tidak aku apply, setelah menimbang-membayangkan-bagaimana nanti aku menghandle tugasku sebagai seorang wanita karir dan ibu baru dari bayi newborn, yang jelas sangat membutuhkanku, dan jujur aku tidak rela jika anakku nanti harus aku pasrahkan pada orang lain saat ku tinggal serta mengukur dari kondisiku secara detail . Sampailah pada keputusan terbaikku bahwa aku ingin fokus menjadi ibu dulu. Aku memiliki waktu seumur hidup untuk membangun karir, tetapi tumbuh kembang anakku di masa kecilnya tidak berulang nanti, daripada harus menjalani keduanya dengan hati yang belum mantap, biarlah saat ini ku pilih salah satu yang terbaik menurutku bagi keluargaku. Meskipun, aku tidak memungkiri angan-angan untuk dapat beraktivitas diluar sana terkadang sering menggoda. Malahan, ada yang tidak sekedar angan, ia muncul secara nyata seperti kesempatan melanjutkan studi melalui jalur beasiswa ini.  

 Yup!! Dari kejadian ini pun aku mengambil suatu pelajaran, bahwa mungkin Allah menghadirkan suatu kesempatan terkadang bukan sebagai rezeki tetapi bisa juga sebagai ujian yang menguji komitmen kita terhadap sesuatu yang sedang kita jalani saat ini. Semoga ke depan Allah masih mempertemukanku dengan kesempatan-kesempatan baik lainnya yang bisa aku wujudkan, bukankah Allah Maha Kaya lagi Baik. Every chance which come to you, when it is yours, it is yours, no matter what Allah has the way to make it yours, I believe!  ^___^



Sabtu, 16 November 2013

Pecemburu, am I? :p

Posted by Unknown on 19.48 with 2 comments


“sampean itu tipe cewek yang  suka cemburuan nggak dek?”. Itu adalah salah satu pertanyaan yang dilontarkan oleh suamiku saat dulu kami belum menikah, sedang melalui proses penjajakan. 

“nggak tuh” jawabku mantap dan cepat. Cepat tanpa perlu mengijinkan hati dan pikiranku untuk menganalisis dan menilai apakah dalam diriku terdapat sifat pecemburu. Bisa jadi jawabanku tadi adalah spontanitas untuk tidak mau mengakui karena gengsi, hehehe.. :p

“hmmm… aku bukan cewek yang suka cemburuan tapi kalo curigaan mungkin iya.” Akhirnya aku mulai membuka diri untuk jujur. Meskipun untuk menerangkan lebih lanjut tentang apa beda cemburu dan curiga aku tidak punya cukup waktu untuk berpikir saat itu, apakah seseorang itu curiga karena sedang cemburu atau cemburu karena sedang curiga? *mbulet ya :D*.  “aku bukan cewek yang suka melarang pasangannya berhubungan dengan lawan jenis tanpa alasan yang jelas. Tapi, aku memang tidak suka kalo melihat cowok dan cewek berkomunikasi terlalu intim, mau itu bercanda, curhat-curhatan, yah..kalo mau berkomunikasi yang penting-penting ajalah,,” lanjutku kemudian. Suamiku yang saat itu statusnya masih calon hanya diam mendengarkan sambil menyunggingkan senyuman. Karena sudah kepalang tanggung berbicara dan yang diajak bicara cuma merespon dengan senyum, aku teruskan lagi bicaranya “jadi, sampean nggak usah khawatir kalo aku bakalan minta sampean putus silaturrahim dengan teman cewek sampean, selama hubungan pertemanannya dalam batas komunikasi yang wajar ya monggo, tapi kalo sudah ngajak komunikasi masalah pribadi yang siap-siap aja tak curigai, aku kan harus waspada :p” cerocosku dan suamiku merubah senyumnya dengan ekspresi nyengir. Tiba-tiba aku menjadi sensitif membahas masalah ini, terbukti aku masih melanjutkan bicaraku “penting kali ada cemburu dalam sebuah hubungan, kan kata orang cemburu itu tanda cinta, tanda kalo kita bener-bener pengen menjaga cinta yang kita jalin agar tidak jatuh kedalam ketidaksetiaan, lagian tingkat kecemburuan itu kan juga tergantung dengan siapa kita berpasangan, kalo pasangan kita adalah orang yang pendiem, suka utak atik barang mati, temennya sedikit mungkin nggak begitu cemburu-cemburu amat, kalo berpasangan dengan orang seperti sampean kayanya penting tuh untuk cemburu berat, lah orang yang merasa nyaman dengan sampean  kan banyak, bahkan ada yang terang-terangan menyatakan rasa nyamannya itu, nenek-nenek pun juga ada yang kesengsem..” uraiku membela diri dan suamiku mengikik mendengarnya. “jadi, kalo aku cemburu, bisa aku pastikan kalo itu bukan sekedar aku menuruti egoku yang tidak suka pasanganku dekat dengan lawan jenis, tapi lebih karena aku merasa hubungan yang ingin aku jalin dengan baik oleh pasangan sedang ada yang mengancam”. Kali ini suamiku mengangguk mantap.

Wajar jika suamiku bertanya seperti itu padaku, kami adalah dua orang dengan beberapa karakter yang berbeda. Sama-sama supel, cuma kalo suami bisa supel ke siapa aja, sedangkan aku agak canggung kalo harus berakrab-akrab ria dengan lawan jenis. Makanya, satu-satunya cowok yang menjalin hubungan spesial denganku sampai akhirnya menikah ya suamiku itu, intinya aku nggak punya mantan pacar sebelum menikah, kalo suami? Ah, sudahlah aku lagi nggak pengen bahas itu (nah loh mulai kan, cemburu :p *biarin* ) Di awal-awal menjalin hubungan dengan suami benar-benar sempat shock rasanya, melihat bagaimana beberapa sikap teman cewek suami yang menurutku agak vulgar, ya nggak pernah lihat langsung seh (jangan sampek, na’udzubillah *elus2 perut*) paling liat bagaimana kata-kata mereka saat chatting, sms, etc. “Mas kangen….”, “Kakak sayang….”, “Mas uda punya pacar blom, masa cowok kaya sampean blom punya pacar..” (modus banget nggak seh kata-kata yang kaya gitu…). Kalo sudah mergokin yang kaya gitu ketika kami lagi bersama, suasana pasti langsung jadi kaku, mau masang ekspresi sewajar apapun, karena nggak pernah kursus acting tetap aja yang terpampang diwajahku adalah ekspresi yang cemburu tidak suka dengan hal itu. Biasanya suami akan menetralkan suasana dengan menjelaskan siapa si cewek, seperti apa pertemanan mereka, bagaimana perasaan suami sendiri terhadap si cewek yang bersangkutan. Dan……apapun penjelasan suami biasanya tidak cukup ampuh untuk melenyapkan rasa yang campur aduk dalam sekejap, karena apapun penjelasan suami, aku tetap pada prinsipku, itu tidak pantas! :p

Pernah suami sampai bilang, “dek, aku cuma butuh kepercayaan dari sampean, gimana ya caranya supaya sampean bisa percaya sepenuhnya sama aku, apa perlu aku sampai berlutut..”

Seumur-umur, selama 23 tahun ya baru kali ini ada yang menawarkan diri berlutut dihadapanku, siapa coba yang tidak tersandung eh tersanjung, tapi tetep nggak boleh keliatan donk kalo lagi tersanjung pasang ekspresinya sambil mrengut. :D

“aku sudah memilih sampean, aku cinta sampean, itu berarti aku akan fokus menjalani hubungan dengan sampean, dan bersungguh-sungguh sampai kita menikah nanti, insyaallah…” begitu biasanya suami berusaha meyakinkan if there is nothing happened between them. Kalo udah dalam suasana kayak gini, aku tidak bisa memposisikan diri sebagai pasangan, tetapi rival, prinsipku harus benaaarr :D maka akupun meresponnya, “apa itu cukup? Sampean pilih aku dan kita menikah, aku harus percaya, jadi sampean pengennya aku diem aja, senyum aja ngeliat sampean “diganggu” cewek-cewek itu, ngeliat sampean seperti menikmatinya ato diem aja ngeliat sampean asik chatingan, smsan, curhatan masalah pribadi dengan mereka, aku harus diem aja begitu, ato malah mempersilahkan, silahkan mas terus-terusin aja, nikmati aja, toh nanti nikahnya sama aku kan, boboknya sama aku, bikin anaknya sama aku, gitu kah mas?” cercaku padanya dan suami hanya diam, suamiku tahu betul kalo sudah seperti ini menanggapiku hanya akan membuat emosiku tambah naik dan jadi adu mulut. “aku tidak bodoh! Mana mungkin aku harus bersikap biasa saja, sedangkan di luar sana sudah banyak orang yang membuktikan bahwa ketidaksetiaan bahkan perselingkuhan bisa terjadi karena komunikasi antar lawan jenis yang tidak disadari diam-diam malah menjerumuskan.” Kalo lagi emosi aku memang sangat bersemangat untuk mempertahankan argumen :p

“iya aku salah, aku minta maaf ya, aku akan memperbaiki diri lagi ke depan, maaf ya”  biasanya kunci untuk cooling down emang dipegang suami, dia paling jago kalo bikin hati “nyeesss” setelah sebelumnya terasa “nyooss” dengan kata-kata seperti itu. :3 jago dah mengeluarkan jurus buat “membungkam” lawan :D kalo sudah begitu biasanya aku juga mulai meredakan amarahku, mulai bisa dengan agak tenang menceritakan perasaanku and thanks Allah we always end the “war” happily. Yah… Begitulah  terkadang perselisihan yang muncul dalam kisah cinta kami. Kalo diinget setelah kejadiannya lewat kadang suka senyum-senyum sendiri, jujur ada rasa heran juga kenapa pada satu momen aku bisa sebegitu cemburunya, ah tapi aku tetap bertahan pada prinsipku “cemburu itu bisa menjaga cinta” mungkin aku hanya perlu belajar untuk mengungkapkannya dalam porsi yang pas. :D