Rabu, 01 Juni 2016

Jangan Memaksakan Baju Sendiri Kepada Orang Lain Begitupun Sebaliknya

Posted by Unknown on 20.37 with 1 comment
Membaca status berjudul “Sepatu Orang Lain” milik mbak Mia Ilmiawaty Sa'adah, jadi merenungi kehidupan diri sendiri, kadang memang ya tak jarang suka berlebihan menilai kehidupan orang lain maupun diri sendiri sehingga tak jarang jadi terkesan memaksakan apa yang ada diri kita kepada orang lain, entah sepatu, baju, standar, dan prinsip hidup (sepatu dan baju disini tentu makna kias). Seperti tulisan dari dasar sanubari ini *tsaahh* yang keluar karena merenungi tulisan dari mbak Mia yang menyadarkan hati, Allahumma bariklaha.. Namun, yang dipakai adalah makna kias dari baju, nggak papa ya, beda dikit ^_^

Diri melihat seseorang yang tak kunjung menikah, menilai terlalu pilih-pilih, terlalu ambisius terhadap cita-cita karirnya, padahal di ruang yang tak terlihat, doa-doa darinya senantiasa melangit penuh pengharapan akan segera datangnya pendamping hidup, sedangkan diri yang diberi kemudahan jodoh lalai mensyukuri.

Diri melihat seseorang yang menikah muda, menilai ia menyia-nyiakan cita-cita, terlalu terbuai oleh cinta. Padahal ia hanya sedang berusaha sekuat tenaga menjaga kehormatannya, membentengi diri dari fitnah, dan menggenapkan separuh agamanya.

Diri melihat seseorang yang bekerja di rumah, menilai ia menyia-nyiakan pendidikan, kurang aktualisasi diri, dikekang oleh suami. Padahal bisa jadi ia ingin fokus kepada buah hati dan keluarga memberikan yang terbaik yang menjadi kebutuhan mereka, menjalaninya dengan bahagia. Sedangkan diri tanpa sadar tergelincir pada prasangka dan kesombongan, pernah mendapati sebuah percakapan ;
X: serius nih nggak mau ngelamar kerjaan? Beneran sudah ikhlas mau di rumah, aku kok masih sulit ya..
Y: iya insya allah, aku tidak berhasil memberikan ASI eksklusif untuk anakku, tidak ada cara lain untuk menebus hal tersebut selain senantiasa mendampinginya minimal sampai ia melewati masa golden age..
X: *jleb*nyesek*

Diri melihat orang yang bekerja di luar sana, menilai ia mengesampingkan keluarga, mengejar egonya. Padahal selama ia bekerja bisa jadi ia sibuk membagi waktu antara pekerjaan dan memastikan keadaan anak dan rumah baik-baik saja, lebih baik manajemen waktu dan pekerjaannya atau bisa saja ternyata ia sedang bekerja keras untuk membantu keluarga terlilit dari hutang-hutang.

Begitulah, kadang setiap orang memang memiliki alasan kuat untuk sebuah keputusan dan orang lain terkadang memandang sebelah mata bahkan meremehkan, padahal tak secuilpun dari keputusan yang dia ambil merugikan diri kita.

Diri melihat seseorang yang menyekolahkan anaknya di usia dini, memandang orang tua yang terlalu berambisi, menuntut anak, tidak kasihan, padahal keputusan tersebut adalah keputusan yang tepat bagi mereka karena dengan bersekolah anak mereka lebih bahagia, karena menemukan beberapa hal yang diinginkan serta dibutuhkan anak dan sudah tidak bisa diusahakan lagi oleh orang tuanya di rumah.

Diri melihat seorang ibu yang aktif mendidik dan membuatkan aneka mainan edukasi untuk anaknya di rumah, memandang ibu itu terlalu overprotektif, idealis, dan lain-lain. Padahal apa yang ia lakukan tersebut ternyata mampu menciptakan bonding yang kuat antara ibu dan anak.

Dan... masih banyak lagi seolah-olah jika orang tidak memakai standar hidup kita itu rasanya aneh..

Jangan memaksa baju sendiri ke badan orang lain, karena bisa jadi tidak sesuai, dan juga penting tidak memaksa baju orang lain untuk diri sendiri, karena bisa jadi tidak cocok.

Seperti tak tepat memaksakan memakai daster kepada orang yang sehari-harinya bekerja di kantor untuk dipakai ke kantor. Pun seperti berlebihan memakai baju PNS lengkap untuk sekedar ke dapur mengupas bawang, menjemur cucian. (diluar konteks jika mengerjakan pekerjaan rumah kemudian berangkat ke kantor).

Memaksakan baju sendiri ke orang lain bisa jadi tidak cocok bagi orang tersebut, memaksakan baju orang lain untuk diri sendiri bisa jadi berpeluang menimbulkan penyakit hati, kalo bajunya sempit jadi iri karena orang lain langsingan, kalo kebesaran jadi ujub karena merasa langsingan. Kalo lebih cantik di pakai diri sendiri bangga, kalo lebih cantik dipakai orang lain nyesek lihatnya.

Ya, jangan memaksakan standar hidup diri sendiri ke orang lain, dan jangan memaksakan standar hidup orang lain untuk diri sendiri. Mari banyak-banyak mensyukuri hidup ini, jaga hati dan jaga lisan, jaga lisan untuk tidak berkomentar negatif dan membuka aib, jaga hati agar segala penyakit hati tidak menjangkiti. Cukuplah hidup dihiasi dengan saling menasihati, bukan menghakimi.

Jangan menghadirkan luka karena lisan, jangan undang dosa karena penyakit hati. Jaga yang nampak, jaga pula yang tidak tampak. Banyak-banyak beristighfar. Sampaikanlah nasihat dengan baik, dan pertimbangkanlah nasihat jika memang ada benarnya ^^ Mari bersama-sama mulai belajar berkata baik, bukankah jika tidak dapat berkata baik lebih baik diam, jika tak dapat berprasangka baik lebih baik istighfar? :)

 Apapun kehidupan yang sedang dijalani orang lain sekalipun diri merasa tampak tak sesuai dalam penilaian, berusahalah untuk tidak menghakimi, alih-alih berkomentar yang hanya menimbulkan sakit hati, jika tak dapat mengeluarkan nasihat mari mengganti dengan kalimat “barakallah..”, “barakallahum fikum..”, “barakallahu fiik..”, “semoga berhasil..”, “semoga dipermudah segala urusanmu”, dan kalimat positif serta doa-doa baik yang lain. Semoga Allah memberkahiku, memberkahimu, memudahkan urusanku, urusanmu, menuntunku dalam kebaikan dan kebenaran begitupun dirimu, menjadikan kita semua insan yang saling menghormati dan menghargai.

*seseorang yang sedang belajar menyukai "bajunya" sendiri, tidak memaksakan kepada orang lain dan juga tidak hasad terhadap milik orang lain. Yang sedang berusaha menjadi orang yang positif, agar hanya keluar yang positif, dan menebar hal-hal positif, aamiin.

memandang kehidupan seluas samudera

Categories:

1 komentar:

  1. Setuju, Mba. Masih banyak ya orang yang kurang peka untuk masalah ini. Jadi suka pukul rata semua masalah.

    BalasHapus

terima kasih atas kunjungannya, silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan dan tidak mengandung sara