Selasa, 19 Juli 2016

Menabung Emas Mudah dan Murah di Pegadaian

Posted by Unknown on 00.12 with No comments
Assalamualaikum, lagi sibuk apa sahabat? Gimana liburan dan lebarannya? Semoga menyenangkan ya. Meski masih dalam bulan syawal, tapi banyak diantara kita yang sudah kembali ke rutinitas seperti biasa, termasuk saya nih sudah kembali dari mudik, and back to be emak rempong karena anak back to school :D

Oh ya, pengen cerita beberapa hari lalu saya sempat melihat status seseorang di facebook yang isinya menanyakan uang angpao anak enaknya dibuat apa ya? Tahu sendiri kan hari raya lebaran itu jadi rejeki tersendiri bagi anak-anak, hihi jadi kangen masa kecil, upsss :D. Waktu itu saya hanya membaca saja sekilas komentar di status yang bersangkutan, karena jujur saya juga kepo, uang angpao dari anak sebaiknya digunakan untuk apa ya, masak buat beli gamis emaknya kan nggak enak hati *macak amanah. Karena libur lebaran tahun ini bertepatan dengan libur sekolah dan masuk tahun ajaran baru banyak yang menyarankan uangnya digunakan untuk keperluan sekolah, sebagian lagi menyarankan untuk ditabung.

Tanpa bermaksud meremehkan masukan tersebut, entah kenapa tiba-tiba saya teringat ada informasi tentang tabungan emas di pegadaian yang bisa kita lakukan meski dana terbatas, bahkan dengan uang sekitar Rp 5.000 pun kita bisa mencicil menabung emas. Jujur sudah lama saya ingin menginvestasikan sebagian harta yang saya dan suami miliki, meski investasi kecil-kecilan. Karena tertarik saya coba cari informasinya dan akhirnya memutuskan untuk membuka tabungan emas di pegadaian.
menabung emas dengan mudah dan murah di pegadaian

Syarat untuk membuka rekening tabungan emas terbilang mudah, yang dibutuhkan adalah fotokopi identitas diri (KTP/SIM?Paspor), materai, mengisi formulir pendaftaran dan membayar biaya administrasi. Kemarin saya hanya membawa KTP saja, karena sekalian mampir setelah menjemput anak pulang sekolah, alhamdulillah ternyata segala proses membuka rekening bisa dilakukan di kantor pegadaian, tanpa perlu putar balik mencari tempat fotokopi dan membeli materai. Saya membuka tabungan emas dengan menyerahkan uang Rp 100.000 termasuk dengan biaya administrasi.
tanya informasi ke petugas^^
Untuk selanjutnya kita bisa menambah tabungan emas kapanpun dengan minimal jumlah tabungan senilai 0,01 gram emas sekitar Rp 5000an tergantung harga emas di hari itu. Nah, kapan kita bisa menikmati hasil tabungan kita? hihi, sudah nggak sabaran ya pengen nikmati hasilnya? wajar dong, namanya orang menabung tentu ada tujuannya ya :p. Salah satu kelebihan tabungan emas ini kita bisa memilih mau menjual kembali emas tabungan kita (buyback) atau mencetak dalam bentuk emas batangan. Jika ingin buyback bisa dengan jumlah tabungan emas minimal 1 gram dan jika ingin mencetak emas, tabungan emas yang kita miliki minimal 5 gram.
mengisi formulir sebagai syarat membuka rekening tabungan emas ^^
Investasi emas ini sebenarnya bukan sesuatu yang asing dikalangan masyarakat. sebagian orang ada yang sudah melakukannya dengan cara membeli perhiasan emas atau emas batangan di toko emas ketika harga emas turun dan menjualnya kembali ketika harga emas naik. Selama belum dijual emas bisa disimpan di rumah atau menyewa jasa di lembaga tempat penyimpanan emas, atau bisa juga dipakai sendiri. Mau menggunakan cara yang mana tentu berpulang ke pribadi masing-masing dengan pertimbangannya sendiri.
Ada kritik atau saran? ^^

Saya merasa program tabungan emas milik pegadaian ini bisa jadi salah satu alternatif untuk berinvestasi emas dengan cara yang mudah dan murah. Kita tidak harus memiliki uang dengan jumlah tertentu untuk bisa memiliki emas, berapapun yang kita punya akan ditukar dengan sejumlah gram emas dan jika mencapai jumlah emas tertentu, tabungan emas tersebut dapat dicetak atau diuangkan dengan harga emas saat itu. Pegadaian sebagai lembaga milik negara juga menjadi tempat yang aman untuk menyimpan emas yang kita miliki dan juga kualitas emas terjamin. Nah, kalau ada yang tertarik coba baca-baca informasi lengkapnya di http://www.pegadaian.co.id/pegadaian-tabungan-emas.php, selamat berinvestasi ^_^

Rabu, 01 Juni 2016

Jangan Memaksakan Baju Sendiri Kepada Orang Lain Begitupun Sebaliknya

Posted by Unknown on 20.37 with 1 comment
Membaca status berjudul “Sepatu Orang Lain” milik mbak Mia Ilmiawaty Sa'adah, jadi merenungi kehidupan diri sendiri, kadang memang ya tak jarang suka berlebihan menilai kehidupan orang lain maupun diri sendiri sehingga tak jarang jadi terkesan memaksakan apa yang ada diri kita kepada orang lain, entah sepatu, baju, standar, dan prinsip hidup (sepatu dan baju disini tentu makna kias). Seperti tulisan dari dasar sanubari ini *tsaahh* yang keluar karena merenungi tulisan dari mbak Mia yang menyadarkan hati, Allahumma bariklaha.. Namun, yang dipakai adalah makna kias dari baju, nggak papa ya, beda dikit ^_^

Diri melihat seseorang yang tak kunjung menikah, menilai terlalu pilih-pilih, terlalu ambisius terhadap cita-cita karirnya, padahal di ruang yang tak terlihat, doa-doa darinya senantiasa melangit penuh pengharapan akan segera datangnya pendamping hidup, sedangkan diri yang diberi kemudahan jodoh lalai mensyukuri.

Diri melihat seseorang yang menikah muda, menilai ia menyia-nyiakan cita-cita, terlalu terbuai oleh cinta. Padahal ia hanya sedang berusaha sekuat tenaga menjaga kehormatannya, membentengi diri dari fitnah, dan menggenapkan separuh agamanya.

Diri melihat seseorang yang bekerja di rumah, menilai ia menyia-nyiakan pendidikan, kurang aktualisasi diri, dikekang oleh suami. Padahal bisa jadi ia ingin fokus kepada buah hati dan keluarga memberikan yang terbaik yang menjadi kebutuhan mereka, menjalaninya dengan bahagia. Sedangkan diri tanpa sadar tergelincir pada prasangka dan kesombongan, pernah mendapati sebuah percakapan ;
X: serius nih nggak mau ngelamar kerjaan? Beneran sudah ikhlas mau di rumah, aku kok masih sulit ya..
Y: iya insya allah, aku tidak berhasil memberikan ASI eksklusif untuk anakku, tidak ada cara lain untuk menebus hal tersebut selain senantiasa mendampinginya minimal sampai ia melewati masa golden age..
X: *jleb*nyesek*

Diri melihat orang yang bekerja di luar sana, menilai ia mengesampingkan keluarga, mengejar egonya. Padahal selama ia bekerja bisa jadi ia sibuk membagi waktu antara pekerjaan dan memastikan keadaan anak dan rumah baik-baik saja, lebih baik manajemen waktu dan pekerjaannya atau bisa saja ternyata ia sedang bekerja keras untuk membantu keluarga terlilit dari hutang-hutang.

Begitulah, kadang setiap orang memang memiliki alasan kuat untuk sebuah keputusan dan orang lain terkadang memandang sebelah mata bahkan meremehkan, padahal tak secuilpun dari keputusan yang dia ambil merugikan diri kita.

Diri melihat seseorang yang menyekolahkan anaknya di usia dini, memandang orang tua yang terlalu berambisi, menuntut anak, tidak kasihan, padahal keputusan tersebut adalah keputusan yang tepat bagi mereka karena dengan bersekolah anak mereka lebih bahagia, karena menemukan beberapa hal yang diinginkan serta dibutuhkan anak dan sudah tidak bisa diusahakan lagi oleh orang tuanya di rumah.

Diri melihat seorang ibu yang aktif mendidik dan membuatkan aneka mainan edukasi untuk anaknya di rumah, memandang ibu itu terlalu overprotektif, idealis, dan lain-lain. Padahal apa yang ia lakukan tersebut ternyata mampu menciptakan bonding yang kuat antara ibu dan anak.

Dan... masih banyak lagi seolah-olah jika orang tidak memakai standar hidup kita itu rasanya aneh..

Jangan memaksa baju sendiri ke badan orang lain, karena bisa jadi tidak sesuai, dan juga penting tidak memaksa baju orang lain untuk diri sendiri, karena bisa jadi tidak cocok.

Seperti tak tepat memaksakan memakai daster kepada orang yang sehari-harinya bekerja di kantor untuk dipakai ke kantor. Pun seperti berlebihan memakai baju PNS lengkap untuk sekedar ke dapur mengupas bawang, menjemur cucian. (diluar konteks jika mengerjakan pekerjaan rumah kemudian berangkat ke kantor).

Memaksakan baju sendiri ke orang lain bisa jadi tidak cocok bagi orang tersebut, memaksakan baju orang lain untuk diri sendiri bisa jadi berpeluang menimbulkan penyakit hati, kalo bajunya sempit jadi iri karena orang lain langsingan, kalo kebesaran jadi ujub karena merasa langsingan. Kalo lebih cantik di pakai diri sendiri bangga, kalo lebih cantik dipakai orang lain nyesek lihatnya.

Ya, jangan memaksakan standar hidup diri sendiri ke orang lain, dan jangan memaksakan standar hidup orang lain untuk diri sendiri. Mari banyak-banyak mensyukuri hidup ini, jaga hati dan jaga lisan, jaga lisan untuk tidak berkomentar negatif dan membuka aib, jaga hati agar segala penyakit hati tidak menjangkiti. Cukuplah hidup dihiasi dengan saling menasihati, bukan menghakimi.

Jangan menghadirkan luka karena lisan, jangan undang dosa karena penyakit hati. Jaga yang nampak, jaga pula yang tidak tampak. Banyak-banyak beristighfar. Sampaikanlah nasihat dengan baik, dan pertimbangkanlah nasihat jika memang ada benarnya ^^ Mari bersama-sama mulai belajar berkata baik, bukankah jika tidak dapat berkata baik lebih baik diam, jika tak dapat berprasangka baik lebih baik istighfar? :)

 Apapun kehidupan yang sedang dijalani orang lain sekalipun diri merasa tampak tak sesuai dalam penilaian, berusahalah untuk tidak menghakimi, alih-alih berkomentar yang hanya menimbulkan sakit hati, jika tak dapat mengeluarkan nasihat mari mengganti dengan kalimat “barakallah..”, “barakallahum fikum..”, “barakallahu fiik..”, “semoga berhasil..”, “semoga dipermudah segala urusanmu”, dan kalimat positif serta doa-doa baik yang lain. Semoga Allah memberkahiku, memberkahimu, memudahkan urusanku, urusanmu, menuntunku dalam kebaikan dan kebenaran begitupun dirimu, menjadikan kita semua insan yang saling menghormati dan menghargai.

*seseorang yang sedang belajar menyukai "bajunya" sendiri, tidak memaksakan kepada orang lain dan juga tidak hasad terhadap milik orang lain. Yang sedang berusaha menjadi orang yang positif, agar hanya keluar yang positif, dan menebar hal-hal positif, aamiin.

memandang kehidupan seluas samudera

Selasa, 31 Mei 2016

Rumah adalah Hijab Terbaikku sebagai Wanita

Posted by Unknown on 20.13 with 5 comments
Apa bedanya house dan home? teringat sebuah pertanyaan yang dilontarkan seorang dosen senior "House" itu adalah gambaran sebuah bangunan, sedangkan "Home" adalah gambaran suasana dari rumah itu sendiri, makanya ada istilah "home sweet home" begitu beliau menerangkan.

Saat berbicara tentang rumah apa yang kita pikirkan? Sekedar berbicara sebuah bangunan atau lebih dari itu? Kenapa tiba-tiba berbicara tentang rumah?

Ya, tidak lain karena diri terusik dengan pemberitaan yang terjadi di luar sana, sebuah kabar yang tidak baik, sebuah kejadian yang membuat diri tidak habis pikir kenapa sampai bisa terjadi, sebuah peristiwa dimana kaum wanita dan anak-anak yang menjadi korban, sebuah kejadian yang membuat diri tersadar bahwa tidak ada tempat yang senyaman dan seaman rumah, yang karenanya Allah begitu baik memberikan sebuah peringatan terselip dalam ribuan ayat-ayatNya...

 “Dan hendaklah kamu tetap tinggal di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlul bait, dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Al Ahzab: 33).

 Ya, begitu sayangnya Allah, sehingga Allah mengingatkan kita para wanita untuk berada di rumah. Ah, kejauhan kalau ayat ini dimaksudkan untuk “menyerang” wanita yang memiliki kesibukan lain selain di rumah, terlalu berlebih kalau dikatakan ini dimaksudkan untuk meramaikan kancah pertarungan sebuah status yang riuh diramaikan oleh wanita itu, karena toh dalam ayat tersebut jelas Allah mengatakan “hendaklah..” bukan “wajiblah..” Allah tahu diluar sana wanita memang dibutuhkan perannya sesuai dengan porsinya. Sudah sewajarnya siapapun dan apapun peran kita –wanita- meresapi makna yang terkandung dalam ayat tersebut, tidak kah ayat tersebut benar? Tempat teraman bagimu wanita adalah di rumah! Maka segeralah tunaikan amanahmu yang berada di luar itu untuk segera kembali ke rumah, selesai mengajar pulanglah, selesai pekerjaan kantor pulanglah, selesai antar paket pulanglah, selesai berkunjung pulanglah, selesai kajian pulanglah, selesai membeli micin pulanglah, terlalu lama berada di luar menimbulkan resiko untukmu, jika bukan keselamatanmu bisa jadi amalanmu, selesai beli sayur ketemu tetangga awalnya sekedar bersapa “hai” keterusan menjadi ghibah, naudzubillah..! Segera pulanglah, dan ingat berusahalah penuhi hukum-hukum syara saat berada di luar rumah, salah satunya bahwa kita harus berhijab dan bersama mahram, namun tetap ingat baik-baik tempat terbaikmu tetaplah rumah (saya speechless membaca suami istri yang pulang dari kantor dihadang 3 laki-laki dan si istri dinodai di depan mata suami ;’( ) 

Beradalah di rumah, dan menjaga adab-adab di rumah dengan baik. Tidakkah kita ingin mencontoh seorang wanita bernama Muti’ah yang menolak kunjungan putri Rosulullah, Fatimah, karena ia membawa anak lelakinya berkunjung dan wanita tersebut belum meminta izin suaminya untuk menerima tamu laki-laki? Tidak, saya tidak akan memaksa orang lain untuk mengagumi akhlak Muti’ah, sebagaimana saya juga tidak ingin dipaksa untuk menganggap ini lebay, berlebihan, dll. Ya, saya kagum dan ingin meneladaninya, rumah pun bisa jadi tempat tidak aman jika kita tidak berhati-hati, termasuk salah satunya memasukkan sembarang orang seperti orang asing dan lawan jenis. Jangan biarkan orang yang niatnya bertamu, kemudian merasa ada peluang untuk melakukan hal yang tidak kita inginkan

Begitupun kepada para laki-laki, jangan-jangan keinginan yang tidak-tidak itu muncul disebabkan suka berada di luar rumah tanpa alasan yang jelas, sehingga dirimu terkena pengaruh, sehingga muncul keinginan yang tidak-tidak mulai dari menhianati pasangan hingga menodai lawan jenis, naudzubillah..kau lupa anak, istri, ibu, saudara perempuanmu membutuhkan perlindunganmu, penjagaan darimu.

 Tidak perlu mencari-cari alasan kenapa tidak betah di rumah, karena jika bagi kita rumah adalah tempat yang penting, maka diantara 2 pilihan menjadi orang yang mencari kebahagiaan di rumah atau menjadi orang yang membangun kebahagian di rumah, kita tahu mana yang seharusnya kita pilih. Semoga tidak saya temui lagi Ya Allah baik dalam diri saya maupun diri orang lain keluhan semacam “saya tidak betah ada di rumah”, “bagi saya ada dirumah=sakit, (yang maknanya saya dirumah itu berarti saya sakit, karena kalo nggak sakit saya nggak mau ada di rumah), “di rumah itu stress!” dll. Insya allah, masih ada waktu memperbaiki niat, merenungi kekhilafan, dan berusaha menghidupkan kembali suasana “baity jannaty” jika masih terasa sulit, pikirkanlah jika ini mungkin tidak penting bagimu, ini mungkin penting bagi orang-orang yang kau sayangi ^_^

 ~Menulis untuk mengingatkan diri sendiri dan diri-diri lain yang berkenan~

 *seorang wanita yang berusaha menyelamatkan diri dan keluarganya serta senantiasa memohon perlindungan Allah


Rabu, 20 April 2016

Anak Gaul Jadi Santri

Posted by Unknown on 00.10 with 1 comment
Judul : The Boarding
Penulis : Triani Retno A.
Penerbit : PT Elex Media Komputindo
Terbit : 2015
Tebal : 230 halaman
ISBN : 978-602-02-6890-3


Tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Tasya seorang gadis remaja metropolitan, bahwa orang tuanya akan menyekolahkannya di sebuah boarding school atau sekolah berasrama yang lebih umum lagi disebut pesantren. Tidak tanggung-tanggung, boarding school yang dipilih oleh kedua orang tua Tasya ini berada di luar Kota Jakarta, tepatnya disebuah pinggiran Kota Bogor.  Sebagaimana pesantren yang lain, Nurul Iman Boarding School (NIBS) pesantren dimana Tasya akan melanjutkan sekolah, mengutamakan pendidikan keagamaan dan juga memiliki aturan yang sangat tegas. Keputusan orang tuanya ini tidak dapat diganggu gugat. Mau tidak mau, Tasya harus menuruti keinginan atau lebih tepatnya perintah tersebut.

Meski akhirnya Tasya pasrah untuk masuk pesantren, tetapi hatinya tetap memberontak. Walaupun pesantren pilihan orang tuanya adalah pesantren dengan reputasi dan fasilitas yang berkelas, namun baginya pesantren tetaplah sangat tidak cocok untuk dirinya yang menyukai kebebasan, ia sudah membayangkan bahwa disana ia akan sangat terkekang dengan aturan-aturan yang ketat yang baginya tidak masuk akal, sampai-sampai ia menjuluki NIBS sebagai luxurious jail! Penjara yang mewah!

Bisa ditebak, awal kehidupan Tasya sebagai murid pesantren sangat kacau dan bermasalah. Pelanggaran demi pelanggaran seolah tidak pernah berhenti mengisi buku catatan pribadinya. Bukan hanya bermasalah dengan tata tertib sekolah saja, tetapi Tasya juga sering bermasalah dengan beberapa murid lain, terlebih kepada Dini, seorang murid yang berasal dari sebuah desa di Wonogiri yang bersekolah dengan bantuan beasiswa penuh. Dini adalah teman sekamar Tasya, selain dua orang lainnya yaitu Astri yang berasal dari Jakarta sama dengan dirinya, dan Sarah, gadis indo Jerman anak seorang diplomat . Tasya tidak menyukai Dini dan seakan memandang sebelah mata padanya, bagi Tasya, Dini hanyalah seorang anak kampung yang tidak level untuk bergaul dengannya. Dini sendiri tidak pernah membalas perlakuan Tasya, ia bersikap baik dan selalu menunjukkan sikap persahabatan kepada Tasya, namun semakin Dini menunjukkan ketulusannya semakin Tasya membencinya. Sudah banyak teman dan guru yang menasihatinya agar bersikap baik terhadap Dini dan juga tidak melanggar peraturan pesantren, tetapi Tasya tak mau mengubah sikapnya

Entahlah, Tasya begitu keras kepala dan sangat sulit untuk diatur, ia tidak peduli pandangan orang-orang di NIBS tentangnya, bahkan ia cuek dengan julukan yang dialamatkan kepadanya yaitu "miss troublemaker". Bagi Tasya jumlah poin-poin pelanggaran tidak penting, bahkan ia bersyukur jika dengan banyaknya poin itu ia dikeluarkan dari sekolah, Namun ternyata, meski memiliki aturan yang ketat, NIBS bukanlah sekolah yang dengan mudahnya memutuskan untuk mengeluarkan siswanya. Malah, ancaman hukuman yang diberikan seringnya adalah yang paling tidak disukai Tasya yaitu dilarang mengambil jatah pulang ke rumah! Wah, bagaimana Tasya bertahan menjalani hari-harinya di NIBS? Apa yang akan dilakukan Tasya selanjutnya? Semua tentu lengkap ada di novel dengan tebal 230 halaman ini.

Gaya bahasa yang mengalir membuat alur cerita dalam novel ini mudah untuk diikuti. Celetukan-celetukan khas remaja, sejenak mengantarkan saya bernostalgia pada masa-masa sekolah. Karakter-karakter yang ada di dalam novel terasa natural, saling mengisi satu sama lain. Selain berkisah tentang tokoh utama Tasya, novel ini juga mengisahkan persahabatan yang dapat diambil nilai-nilai positifnya. Bagi saya yang tidak pernah merasakan bersekolah di pesantren, novel ini memberikan gambaran bagaimana keseruan kehidupan pesantren. Novel ini layak menjadi kado bagi remaja-remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri dan memiliki ego yang tinggi, karena novel ini sarat akan hikmah yang bisa diambil, salah satunya adalah terkadang sesuatu yang kita benci bisa jadi sesuatu yang justru baik bagi kehidupan kita.

Senin, 11 April 2016

Saat Balita Mulai Melirik Buku

Posted by Unknown on 01.44 with No comments
“Khairul jaliisi al kitaab” adalah sebuah ungkapan bahasa arab yang berarti sebaik-baik teman duduk adalah buku. Sebuah ungkapan yang tiba-tiba terlintas dalam benak saya ketika melihat tingkah laku putri kecil saya, Nisa, beberapa hari yang lalu. Saat itu saya hendak pergi ke bank dengan ditemani suami dan otomatis si kecil yang masih berusia batita itu pun ikut. Saat berada di teras rumah, tiba-tiba ia meminta kembali lagi ke dalam rumah, “buku.. buku.. ambing (ambil) buku.. “ begitu ujarnya dengan bahasa yang agak pelat. Saya sedikit terkejut dengan permintaannya, saya dampingi ia masuk ke rumah sambil menawarkan buku mana yang ingin dipilih. Nisa pun memilih dua buku untuk dibawa, ia memang lagi senang-senangnya membawa sesuatu di kedua tangannya, kanan dan kiri masing-masing membawa sesuatu.
Sesampai di bank, saya mengambil nomor antrian dan ternyata saya harus menunggu sekitar 20 antrian dengan jumlah teller bank sebanyak lima orang. Buku yang dibawa oleh Nisa menjadi pengisi kegiatan kami disela-sela mengantri, what a good choice! Thank Nisa for your idea, we can spent our time for something good! 

Sebagai orang tua, saya rasa mengenalkan buku sejak dini kepada anak adalah sesuatu hal yang positif. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, jadi kalau kita ingin agar anak menyukai buku, maka kita juga harus mengenalkan anak pada buku. Namun, tentu tidak sembarang buku bisa diberikan kepada anak, harus sedikit picky dan selektif untuk memilih buku yang sesuai dengan umur serta kebutuhan anak. Beberapa pertimbangan saya dalam memilih buku untuk anak saya yang berusia 3 tahun antara lain :

1. konten/isi
Hal terpenting dalam memilih buku untuk anak seusia balita menurut saya adalah isi dari buku tersebut. Isi buku harus sesuai dengan dunia si kecil, selain itu, karena usia balita adalah usia yang belum dituntut untuk bisa membaca, maka sebaiknya isi buku lebih dominan gambar-gambar dengan warna yang menarik tidak sekedar hitam-putih. Melalui gambar-gambar itulah anak-anak mengenal isi buku dan menambah perbendarahan kata, bukan melalui ejaan kata-perkata, namun melalui penyebutan gambar-gambar. Sedangkan kalimat di dalam buku tetap penting sebagai panduan bagi orang tua, dan siapa tahu balita juga tertarik untuk mengenal huruf-huruf yang ada.

2. Bahan
Karena balita suka sekali bereksplorasi dengan apa yang dipegang, ada kemungkinan kalau buku tidak hanya sekedar dipegang, tetapi mungkin ditarik, digunting, dibanting, dimasukkan ke air dan lain-lain *curhat pengalaman, maka sebaiknya memilih buku dengan bahan yang kuat, sampul dan kertas yang tebal, tinta yang tidak mudah luntur, dan kertas yang tahan terhadap air. Pilihan-pilihan tersebut perlu diperhatikan jika kita sebagai orang tua ingin memiliki buku yang awet bagi anak.

3. Harga
Salah satu hal yang tidak kalah penting adalah harga buku. Namanya menyangkut anggaran dana tentu perlu dipertimbangkan masak-masak. Harga buku hendaknya realistis dan sesuai dengan kemampuan masing-masing keluarga. So, mahal atau tidak memang relatif. Tidak perlu memaksakan membeli buku yang bagi kita harganya cenderung fantastis hanya karena ingin atau mengikuti tren, just be wise mom, there are still so many books to choose out there! Atau jika memang membutuhkan, bisa mencari penjual buku yang juga menggunakan sistem cicilan atau arisan, insya allah buku menjadi lebih terjangkau.

Semoga anak-anak kita menjadi anak yang tak hanya bisa membaca tetapi juga gemar membaca. Karena saat anak bisa membaca berarti bisa mengeja kata-kata dan tanda baca dengan baik. Namun, ketika juga gemar membaca maka berarti dapat memaknai bacaan dan mendapatkan banyak hal yang bermanfaat dari kegiatan membaca, seperti informasi, ilmu, hikmah, serta banyak hal bermanfaat yang bisa diterapkan dalam hidup.Selamat memilih dan mengenalkan buku pada si kecil ya.  Feel free untuk menambah tips-tips ataupun sharingnya mom! ^_^

"Today a Reader, Tomorrow a Leader" 

Sabtu, 12 Maret 2016

Jika Diberi Waktu 8 Hari Mempersiapkan Gelar "Khusnul Khotimah"

Posted by Unknown on 07.34 with 19 comments


Apa yang paling dekat dengan kita? Yang paling dekat adalah kematian begitu Imam Al Ghazali berkata. Kematian adalah kepastian yang akan mendatangi setiap makhluk, sebagaimana tertuang dalam potongan ayat ke-185 Surat Ali-Imran bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati, sudahkah kita mempersiapkannya? Mari mulai memikirkannya, andai Allah begitu baik meminta malaikat pencabut nyawa mengabarkan terlebih dulu, bahwa 8 hari lagi saya akan dijemput olehnya menuju alam barzah, inilah yang insya allah akan saya lakukan selain menjaga ibadah wajib dan sunnah :

Day 1 
Menenangkan diri
Biar gimanapun pasti kaget, takut, bingung. Deadline menulis saja sudah membuat kelabakan, apalagi deadline masa hidup di depan mata. Waktu 8 hari kalau untuk menghadapi kematian, oh betapa singkatnya. Saya tidak akan menceritakan pada siapapun, karena saya tidak ingin ada yang sedih bahkan sejak 8 hari menuju kematian saya.

Day 2 
Membuat daftar hutang yang saya miliki, berusaha melunasinya dan mewasiatkannya jika tidak mampu. Meskipun saat ini saya sedang tidak memiliki hutang (semoga selamanya) tetapi masalah hutang ini kadang menyita pikiran. Bagi saya hutang bukan berupa uang saja, tetapi juga janji. Hutang terkadang bukan sesuatu yang jumlahnya besar tetapi juga kecil, seperti hutang 500 rupiah di tukang sayur, kios sembako ataupun warung makanan. Saya pernah memiliki pengalaman waktu membeli sayur di penjual sayur langganan, saya membayar dengan nominal lebih namun beliau tidak mempunyai kembalian dan jumlah kembalian itu terbilang besar lebih besar dari harga belanjaan, beliau meminta uang pas atau jika tidak ada membayar besok saja, karena tidak ingin berhutang saya mencari-cari lagi di dompet receh demi receh dengan harapan terkumpul sejumlah uang yang harus saya bayarkan. Sayangnya jumlah tersebut kurang 500 rupiah.

“nggak papa mbak, besok saja kekurangannya” kata penjual sayur.

“nggak bude, saya ada uang 500 di dalam, tunggu sebentar ya..” kata saya.

“nggak papa mbak, nggak usah repot-repot” kata beliau lagi

“nggak papa bude, ada kok uang 500 nya tunggu ya..” kata saya sambil berlalu menuju ke dalam rumah. Saya adalah kolektor uang 500-an jadi bagi saya menemukan uang 500 adalah mudah tidak perlu sampai mencari hingga kolong tempat tidur.

Entah mungkin karena miss communication, ketika saya kembali, penjual sayur sudah hilang dari pandangan. Ada rasa sebal di dalam hati, apa susahnya menunggu beberapa detik saja, saya tidak bisa mengejar beliau karena memiliki bayi yang sedang tidur dan tidak ada orang dewasa selain saya. Namun kemudian, saya berusaha berpikir positif, bisa jadi si penjual sayur sedang terburu-buru atau beliau tidak begitu memperhitungkan uang 500 itu karena jumlahnya yang kecil jadi seandainya saya lupa membayar beliau ikhlas. Namun, hutang tetaplah hutang, keberadaannya membuat hidup tak tenang, apalagi jika tidak ada akad yang jelas, akhirnya saya mengirim sms pada suami bahwa saya memiliki hutang.

Begitulah hutang, kadang kita bisa jadi orang yang berhutang meski tidak ada niat berhutang, seperti pengalaman saya di atas. Pembahasan hutang ini mungkin yang terpanjang, kenapa? Karena hutang merupakan pengingat bagi saya pribadi yang jujur jarang mengingat mati, dan kadang merasa waktu saya hidup di dunia masih lama. Ketika saya memiliki hutang langsung yang saya bayangkan adalah masihkah ada besok untuk menunaikannya?

Day 3 
Membeli kain kafan
Jika saya mengetahui kepastian bahwa saya akan mati 8 hari lagi, maka saya akan menyiapkan kain kafan saya sendiri, mencucinya, dan menyetrika dengan rapi.

Day 4-5
Silaturahim
Hal yang ingin saya lakukan sebelum mati adalah bersilaturahim terutama kepada kedua orang tua saya, karena sejak menikah saya hidup terpisah dari mereka. Saya akan berterima kasih sekalian meminta maaf kepada mereka karena saya mungkin bukanlah anak yang sempurna. Selain itu saya ingin bersilaturahim dengan kerabat dan sahabat saya. Oh ya sebagai orang yang hidup di era digital, saya akan membuat sebuah status intinya saya minta di maafkan jika ada salah dan khilaf.

Day 6
Berwasiat
Saya akan memberitahu suami kabar kematian saya sekaligus memberi wasiat bahwa saya ingin dikubur di kampung halaman orang tua saya, dan jika orang tua berkenan, saya ingin anak kami diasuh oleh mereka. Siapa tahu suami ingin menikah lagi, ya walaupun saya sendiri tidak yakin suami akan menemukan pengganti sebaik, sesetia, secantik (namanya juga wanita) dan segalak saya. Saya juga akan meminta suami untuk menemani saya selama dua hari ke depan atau minimal jika tidak bisa menemani selama 24 jam, meminta tolong orang lain, saya ingin ketika meninggal ada yang menuntun saya mengucap syahadat.

Day 7
Waktu semakin mendekat, selama hari ke-7 dan 8 saya tidak akan pergi kemana-mana. jika boleh memilih saya ingin meninggal di dalam rumah. Memenuhi hari-hari saya dengan lebih banyak berdzikir memohon ampun dan berdoa agar kematian saya dimudahkan.

Day 8 
Siap tidak siap, mau tidak mau, tibalah hari kepastian itu dan tidak ada lagi tempat untuk lari serta bersembunyi. "Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa suatu bencana mereka mengatakan: "ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)", Katakanlah:"Semuanya (datang) dari sisi Allah", maka mengapa orang orang itu (orang munafik) hampir hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun." (QS. An Nisaa' : 78). Saya akan mandi besar sejak sebelum subuh dan menjaga wudhu agar sewaktu-waktu malaikat menjemput setidaknya saya sedang dalam keadaan bersuci.

Ternyata selama 8 hari menyiapkan kematian, bukan hal yang bersifat keduniawian yang saya pikirkan, bukan mau piknik kemana atau mau barang mewah apa. Ah, boro-boro pengen ini itu, semua kenikmatan seperti tidak ada rasanya lagi, karena saya sadar ruang kubur saya tidak cukup untuk harta benda yang saya miliki. Soal kematian bisa membuat lidah kelu serta ciut nyali, mengingat apa yang seharusnya saya bawa belum sepenuhnya saya persiapkan, yaitu amalan baik. Kematian tidaklah menakutkan, jika kita selalu ingat dan waspada dengan berhati-hati menjaga diri sehingga ketika dipanggil sewaktu-waktu tidak dalam keadaan berbuat hal yang dimurkai Allah. Seorang bijak pun berkata sepandai-pandainya orang adalah ia yang mengingat dan mempersiapkan kematiannya. Alam kubur tidak seperti sekolah yang mensyaratkan kesamaan umur, ia juga tidak mempedulikan apakah kita masih ada udzur. Semoga Allah memperkenankan kita semua memasuki alam barzah dengan keadaan khusnul khotimah. Aamiin

 “Tulisan ini diikutkan dalam dnamora Giveaway”

Kamis, 03 Maret 2016

Menyusuri Jejak-Jejak Hikmah Dalam Sejarah Hidup

Posted by Unknown on 07.59 with 8 comments

Bulan Maret adalah bulan yang istimewa dalam hidup saya, mengapa? Karena dibulan ini Allah menakdirkan saya lahir ke dunia. Saya adalah anak sulung dari seorang ayah bernama Suyidno dan ibu bernama Rumini, tepatnya saya resmi menjadi anak mereka sejak 4 Maret tahun 1989. Oleh orang tua saya, saya diberi nama Rosyida Mulyasari, panggilan saya di keluarga adalah Lia sedangkan teman-teman sekolah ada yang memanggil saya Ros, Rosyi, Ida atau Rosyida.

Lahir Dari Keluarga Prajurit
Ayah saya seorang TNI-AD, beliau memiliki tugas berpindah-pindah, hingga akhirnya mendapat tempat tugas yang tetap di Kota Dili, Timor-Timur, disana pulalah tempat saya lahir. Semua tentu sudah tahu bahwa Timor-Timur yang kini berdiri sebagai negara sendiri dengan nama Timor Leste, pernah menjadi bagian sebagai salah satu provinsi di NKRI. Saat Timor Leste sedang bergejolak karena sebagian penduduknya ingin menjadikan wilayah tersebut sebagai sebuah negara, ayah membawa saya sekeluarga ke kampung halaman ayah dan ibu di pulau jawa tepatnya di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Sebelum keadaan semakin memburuk dan tugas semakin berat, sangat tepat keputusan beliau untuk mengevakuasi keluarganya terlebih dulu, saya masih ingat saat-saat suara desingan peluru sering terdengar menemani malam-malam kami di Kota Dili. Setelah mengantarkan kami istri dan anaknya, ayah pun kembali ke medan tugas mempertahankan NKRI. Hari-hari saya jalani tanpa kehadiran ayah selama berbulan-bulan. Saat itu jangankan HP untuk sms, telepon saja tidak ada, tidak seperti sekarang yang sudah jamannya smartphone dimana komunikasi jarak jauh begitu mudah. Ya, memang begitulah resikonya, hanya saling mendoakan yang bisa kami lakukan agar ayah senantiasa selamat, dan dapat berkumpul lagi bersama kami dengan keadaan sehat tak kurang satu apapun. Alhamdulillah, Allah mengabulkan doa kami, Ayah pulang dengan selamat meskipun akhirnya Timor-Timur tidak dapat dipertahankan, yang artinya saya pun tidak bisa kembali lagi untuk melanjutkan sekolah disana, ataupun bermain-main dengan teman saya.

little me ^_^
Dari Anak Kota Menjadi Anak Desa
Hidup berpindah dari suasana kota ke desa tidak mengurangi kebahagiaan saya menjalani masa kanak-kanak. Perbedaan tentu saya rasakan, pada saat di Dili saya sering menghabiskan weekend dengan bermain sepatu roda bersama teman-teman di bandara kota Dili, kemudian membeli buku di gramedia, atau menikmati eksotisnya pantai -pantai di Kota Dili dan saat harus pindah ke kampung halaman orang tua, barulah saya tahu bahwa orang tua saya berasal dari sebuah desa di bawah kaki gunung, sejauh mata memandang adalah gunung dengan segala hal yang masih sangat alami, hutan, sawah, sungai, dan lain-lain. Saya menikmati kehidupan baru saya sebagai anak desa, bermain aneka permainan tradisional dengan teman-teman baru saya, bermain di sawah dan sungai, bahkan saya kadang suka ikut teman-teman mencuci baju di sungai meskipun di rumah tidak sedang kekurangan air. Terkadang hal yang saya rindukan di masa kecil adalah betapa di masa kecil saya sangat bahagia dimanapun saya berada, persis seperti lagu anak-anak, “disini senang, disana senang, dimana-mana hatiku senang....”

Beranjak Remaja Dengan Segala Ceritanya
Saya menjalani kehidupan baru dengan baik, ada sedikit kendala yang saya alami diawal yaitu kendala bahasa, saya yang biasanya berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia agak kesulitan memahami Bahasa Jawa, bahkan saya pernah mendapat nilai merah di rapor untuk pelajaran Bahasa Jawa. Saat SMA saya bisa membahagiakan dan membanggakan orang tua dengan masuk sekolah terbaik dan terfavorit di Trenggalek. Lulus SMA saya melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu Universitas. Saya menempuh jalur SNMPTN dengan pilihan pertama Bahasa Inggris. Sejak pertama mendapatkan pelajaran Bahasa Inggris saya begitu jatuh cinta, bahkan kesukaan saya pada mata pelajaran ini tidak berkurang meski ke jenjang pendidikan berikutnya. Namun, Allah punya rencana lain, Alhamdulillah saya lulus SMPTN tetapi ternyata saya gagal mendapatkan pilihan pertama dan berkesempatan untuk mengambil pilihan kedua yaitu jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) di Universitas Negeri Malang.
Dari awal saya sudah niatkan bahwa saya hanya akan kuliah melalui jalur SNMPTN, dan jika gagal saya tidak akan mengambil jalur lainnya, rencana saya, saya akan kursus atau bekerja hingga berjumpa dengan kesempatan SNMPTN di tahun depan. Jadi, ketika saya lolos dengan pilihan kedua, saya pun tidak ragu untuk mengambilnya, meski tidak bisa dibohongi ada rasa sedih karena jurusan yang paling saya inginkan tidak bisa saya dapatkan, namun saya tidak larut dalam kepedihan itu. Saya yakin Allah pasti punya rencana lain, bukankah Allah adalah sebaik-baik perencana? Allah pasti punya alasan sendiri mengapa saya ditakdirkan berkenalan dengan jurusan BK. begitupun dengan kegagalan menempuh jurusan Bahasa Inggris, mungkin Allah ingin saya belajar dengan cara lain, dengan cara gratis, bukankah asal masih ada semangat belajar Bahasa Inggris bisa dilakukan dengan otodidak? yup! Saya temukan kuncinya, tetap jaga semangat!!


bersama teman-teman kuliah, kangen rek!
Hidup Mandiri Saat Kuliah di Luar Kota
Saya begitu antusias menjalani kehidupan saya sebagai mahasiswa baru. Terbukti saya menikmati perkuliahan di jurusan BK, saya mampu beradaptasi dengan lingkungan kampus dan lingkungan baru tempat saya tinggal, berinteraksi dengan teman-teman dari berbagai daerah. Meski jauh dari orang tua dan jadi anak kos, saya bisa mandiri kecuali tentu soal finansial. Empat tahun menjadi anak kuliahan tentu jenuh jika dihabiskan dengan kuliah-pulang-kuliah-pulang. Maka, selama kuliah saya pun mengikuti beberapa organisasi baik intra maupun ekstra kampus. Salah satunya organisasi dakwah, yang juga turut andil dalam perubahan diri saya untuk berhijab. Ya, saya mulai berhijab di awal semester ketiga, sesuatu hal yang seharusnya sudah saya lakukan jauh sebelum itu, yang masih saya tunda-tunda dikarenakan halangan yang sebenarnya tidak begitu besar dan bukan datang dari pihak luar, yaitu halangan dalam diri yang bernama "belum siap". Namun dari situ saya sadar, bahwa ternyata musuh terbesar saya seringnya adalah diri saya sendiri.
Selain berorganisasi, saya juga menjalani kerja sambilan dengan memberikan les privat, alhamdulillah hasilnya memang tidak bisa menopang 100% kebutuhan kuliah, tetapi minimal ada tambahan pemasukan jika sewaktu-waktu ada keperluan tak terduga, kebutuhan kuliah kadang memang tidak bisa diprediksi, bukan? Itu sebabnya saya juga mengikuti beberapa kali seleksi beasiswa untuk mahasiswa berprestasi baik melalui persyaratan IPK atau karya tulis ilmiah, dan sekali lagi alhamdulillah saya pernah menerima beberapa jenis beasiswa yang jumlahnya sangat lumayan untuk biaya SPP dan lain-lain.

bersama ayah dan ibu pada acara wisuda
Lulus Kuliah Mantap Menikah
Saya adalah orang yang memiliki impian sebagaimana orang-orang kebanyakan. Saya ingin lulus kuliah mencari kerja, atau kuliah lagi dengan mencari beasiswa kuliah baik di dalam maupun di luar negeri, singkatnya karir atau lanjut kuliah adalah dua prioritas saya. Tetapi, sekali lagi Allah punya rencana lain, usai lulus kuliah saya justru mantap menikah, hal yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya, saya akan menikah di usia 23 tahun. Ternyata Allah memilihkan karir untuk saya yaitu menjadi istri dan ibu. Titel yang sungguh luar biasa, karena dibalik itu genaplah separuh agama saya dan surga ada di telapak kaki saya. Setelah menikah saya diboyong suami ke kota asal suami yaitu Bojonegoro dan disinilah di KTP saya tertera tempat dimana saya tinggal sampai detik ini. Profesi sebagai Ibu Rumah Tangga adalah dunia baru bagi saya, banyak hal yang saya pelajari yang tidak saya temukan pada materi kuliah. Disela-sela kegiatan domestik, saya menjadi tentor les di sebuah bimbingan belajar yang jam mengajarnya sore atau malam hari, saya juga coba-coba berjualan secara online, dan juga menyempatkan menulis dan sesekali mendapatkan job menulis.

keluarga kecilku yang sedang berproses menjadi keluarga besar :D
Hidup Terus Berjalan menorehkan hikmah
Selama 27 tahun banyak hal yang terjadi dalam hidup saya, saya bahagia terlahir dari keluarga yang menyayangi saya, saya bahagia menikah dengan pria yang mencintai saya, saya bahagia memiliki seorang putri yang selalu mengisi hari-hari saya dengan penuh kegembiraan. Sudah lebih dari seperempat abad hidup ini saya jalani, saya pernah merasakan sesuatu yang membahagiakan, membanggakan, mengecewakan, menyedihkan. Saya pernah mendapatkan apa yang saya inginkan, pernah gagal, pernah mendapatkan hal yang tak terduga baik itu menyenangkan maupun tidak. Sungguh begitu banyak pengalaman rasa dan hidup yang Allah torehkan dalam kehidupan saya, dan bagi saya yang terbaik dari semua itu adalah rasa ikhlas, mengapa demikian?
Karena rasa ikhlas bagi saya merupakan rasa yang harus dimiliki untuk setiap kondisi kehidupan yang saya alami. Ikhlas memudahkan saya untuk bersyukur dan bersabar, saat saya terpuruk saya tidak mudah putus asa, saat sedang berbahagia tidak menjadikan saya terlena. Ya, ikhlas bagi saya bukan diam pasrah, ikhlas bukan sesuatu yang lemah tetapi justru sebaliknya ikhlas menunjukkan bahwa kita kuat, kuat menjalani hidup yang Allah berikan, sehingga dengan kekuatan itulah kita memiliki energi untuk mencari solusi saat masalah menerpa dan menjaga hati saat kenikmatan hidup menyapa. 27 tahun berarti ratusan bulan, ribuan hari, dan tak terhitung jutaan menit serta detik telah saya jalani. Semua itu membuat saya merenung, betapa Allah telah menjadikan saya kaya, kaya akan hikmah yang terkadang lambat untuk saya sadari. Ke depan saya ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan dewasa serta bermanfaat bagi sesama. Aamiin Ya Robbal Alamin.. ^_^


Spesial untuk teman baru saya mbak Ika Puspitasari yang berulang tahun di bulan yang sama dengan saya, selamat menikmati detik-detik menuju pergantian usia, semoga semakin berkah sisa usia yang dijalani, sehat dan dimudahkan segala yang dinginkan. Saya suka dengan blognya, sepertinya saya juga perlu belajar kepada mbak Ika nih ;). Terima kasih sudah menyelenggarakan giveaway dengan tema yang menarik, saya jadi tidak sabar tulisan saya ini dibaca dan dikomentarin anak cucu *eh :D

 "Tulisan ini diikutkan dalam Bundafinaufara 1st Giveaway"